Kamis, 18 November 2021

Mutiara Nasehat : Masalah Takkan Selesai Hanya Dipikirkan

 "kalian berpikir aku selalu ceria tidak ada masalah, kalian salah besar aku sama saja dengan kalian hanya saja aku tidak menceritakannya, aku tak mau mati muda karena terlalu banyak berpikir, karena masalah takkan selesai dengan pikiran tapi masalah akan selesai dengan tangan (tindakan)".

~ Anonim


"Menjalankan hobi sehari akan membantumu sejenak melupakan masalah"

~ Anonim


"Terlalu banyak berpikir lalu tidak kuat bisa jadi strees bahkan gila, karena otak tidak dirancang untuk membawa beban masalah, hanya dilatih untuk membantu tangan menyelesaikan masalah"

(Ashabul Muslimin)


"Kau tak perlu memaksakan diri seperti mereka, kau hanya perlu terus berusaha tak peduli seberapa hasilnya karena rejeki sudah ada yang mengatur, kebahagiaan itu banyak bersyukur bukan banyak harta tapi selalu kurang".

(Ashabul muslimin)

Kamis, 11 November 2021

Bagaimana Hukum Menjual Anjing dan Kucing?




hadits dari Imam Bukhari Rahimahullah meriwayatkan, dari Abu Masud al-Anshari, bahwa Rasulullah Shalallahualaiwassalam melarang uang hasil dari penjualan anjing, bayaran pelacur, dan bayaran dukun.” (HR Bukhari, No. 2237).

Kemudian Rasulullah saw juga bersabda:

“Sejelek-jelek penghasilan adalah upah pelacur, hasil penjualan anjing dan penghasilan tukang bekam.” (HR. Muslim dalam Bab Haramnya Hasil Penjualan Anjing, upah perdukunan, upah pelacur, penjualan kucing).

Dari Syu’bah, dia berkata: Aun bin Abi Juhaifah telah mengabarkan kepadaku, dia berkata, “Aku melihat bapakku membeli seorang tukang bekam lalu menyuruh alat bekamnya dihancurkan. Aku bertanya kepadanya mengenai hal itu, maka dia berkata;

“‘Sesungguhnya Rasulullah saw melarang (mengambil) harga darah, harga anjing, hasil usaha budak wanita, dan melaknat wanita yang ditato dan yang meminta ditato, pemakan riba dan yang memberi orang lain untuk memakannya, serta melaknat pembuat gambar.” (HR Bukhari, No. 2238).

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullah, mengatakan, hukum pertama adalah tentang harga anjing. Makna lahiriah larangan tersebut adalah haram menjualnya. Hal ini berlaku secara umum; baik anjing yang terlatih atau yang tidak terlatih, baik anjing yang boleh dipelihara maupun yang tidak boleh dipelihara. Sebagai konsekwensi logisnya, tidak ada ganti rugi bagi orang yang membinasakannya. Seperti itulah pendapat jumhur ulama.[1]

Abu Dawud meriwayatkan, dari hadits Ibnu Abbas, dari Nabi saw, melarang (mengambil) harga anjing, dan beliau bersabda: “Apabila seseorang datang meminta harga anjing, maka penuhilah telapak tangannya dengan tanah.” Sanad riwayat ini shahih.

Abu Dawud meriwayatkan pula dengan sanad yang hasan dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, “Tidak halal harga anjing, upah tukang tenun dan mahar pezina.” Sebab illat larangan menjual anjing menurut ulama mazhab Syafii adalah karena secara mutlak anjing itu najis, dan ini tidak terkecuali baik anjing yang terlatih dan yang lainnya.[2]

Adapun hadits dari Jabir, dia berkata, “Rasulullah melarang harga anjing kecuali anjing pemburu.” Hadits ini diriwayatkan oleh An-Nasai dengan sanad yang dinukil para perawih yang tsiqah (terpercaya), hanya saja menurut Al-Asqalani, keotentikannya diragukan.[3]

Berdasarkan hadits-hadits yang telah dipaparkan, maka hukum jual belu anjing adalah haram. Uangnya adalah haram. Demikian juga tentang upah pelacur. Tidak bisa disedekahkan. Karena sedekah itu dari harta yang baik lagi halal. Begitu juga dengan upah tukan tenun atau peramal alias dukun. Ini adalah profesi yang haram, maka upah yang dihasilkan juga haram.

Demikianlah, dan segala puji dan keagungan hanya kepada Allah. (fajarcoid)
[1] Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Pembahasan Jual Beli, Jilid 12. Hal 440.
[2] Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Pembahasan Jual Beli, Jilid 12. Hal 440.
[3] Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Pembahasan Jual Beli, Jilid 12. Hal 441.

BAGAIMANA HUKUM JUAL BELI KUCING

Ada ulama yang mengharamkan ada pula yang membolehkan salah satunya imam nawawi, 

A. Pendapat Haram


Dalam riwayat dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan uang hasil penjualan anjing dan sinnur." (HR. Abu Daud 3479, Turmudzi 1279, dan dishahihkan al-Albani). Dalam hadits ini, yang dimaksud dengan sinnur adalah kucing.

Sementara itu, As-Syaukani mengatakan,

Dalam hadits ini terdapat dalil haramnya menjual kucing dan ini merupakan pendapat Abu Hurairah, Mujahid, Jabir, dan Ibnu Zaid. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Mundzir. Kemudian al-Mundziri menyebutkan bahwa ini juga pendapat Thawus. Sementara itu, mayoritas ulama berpendapat, boleh melakukan jual beli kucing.

Meski demikian, ada ulama yang mengatakan bahwa yang tidak boleh diperjualbelikan dalam hukum jual beli kucing adalah jenis yang liar.

"Sebagian ulama memahami bahwa larangan ini berlaku untuk kucing liar yang tidak bisa ditangkap. Ada juga yang mengatakan bahwa larangan ini berlaku di awal islam ketika kucing dinilai sebagai hewan najis. Kemudian setelah liur kucing dihukumi suci, boleh diperjual belikan. Namun kedua pendapat ini sama sekali tidak memiliki dalil pendukung." (Sunan al-Kubro, al-Baihaqi, 6/11).

B. Pendapat Halal

Imam An-Nawawi dalam kumpulan fatwanya menyebut jual kucing dan kera seperti praktik yang terjadi di masyarakat. Menurutnya, kedua hewan tersebut memenuhi kriteria produk yang ditentukan dalam norma jual dan beli dalam fiqih.

"Praktik jual beli kucing dan kera tetap sah karena keduanya suci dan termasuk barang bermanfaat serta memenuhi syarat produk," (Imam An-Nawawi, Fatawal Imam An-Nawawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2018 M/1439 H], halaman 76).

Dari sini kita dapat menarik simpulan bahwa praktik jual beli kucing peliharaan diperbolehkan menurut ketentuan muamalah. Tetapi yang perlu diperhatikan dalam praktik jual beli kucing dan hewan-hewan peliharaan lainnya adalah hukum positif agar tidak melanggar peraturan terkait satwa-satwa yang dilindungi.

"Praktik jual beli kucing dan kera tetap sah karena keduanya suci dan termasuk barang bermanfaat serta memenuhi syarat produk," (Imam An-Nawawi, Fatawal Imam An-Nawawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2018 M/1439 H], halaman 76).

nah itu dia tentang jual beli kucing, kalau anjing sudah jelas keharamannya, kalau kucing ada perbedaan pendapat antar ulama anda boleh ikut yang halal atau yang mengharamkan itu hak anda dan tidak boleh mencela sodara kita yang jual beli kucing sebagai mata pencahariannya. karena kucing sekarang layaknya burung peliharaan yang jinak dan banyak orang mulai memelihara sebagai peliharaan yang aman jinak dan tidak najis, diantara berbagai jenis kucing persia atau anggora atau campuran lokal.

Menggunjing / Ghibah Sama Dengan Memakan Daging Manusia



 ALLAH Ta’ala berfirman:

“…Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat, 49: 12).

Imam Al-Qurthubi berkata, Allah menyerupakan menggunjing dengan memakan bangkai. Sebab orang yang sudah mati tidak mengetahui dagingnya dimakan, sebagaimana orang yang masih hidup tidak mengetahui gunjingan yang dilakukan orang yang menggunjingnya.

[Al-Jami’li-Ahkaam Al-Quran, Imam Al-Qurthubi. QS.Al-Hujurat,49: 12. Jilid 17, Hal.85.]

Ibnu Abbas berkata, “Allah membuat perumpamaan ini untuk menggunjing, karena memakan bangkai itu haram lagi jijik. Demikian pula menggunjing pun diharamkan dalam agama dan dianggap buruk di dalam jiwa (manusia).”[Al-Jami’li-Ahkaam Al-Quran, Imam Al-Qurthubi. QS.Al-Hujurat,49: 12. Jilid 17]


MENGGUNJING YANG BOLEH


PEMBAHASAN perkara  ini dari hadits dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Tahulah kalian apa itu ghibah? Mereka (para sahabat) menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Beliau bersabda, ‘Yaitu kamu menceritakan tentang saudaramu dengan sesuatu yang menyakitkannya.’ Dikatakan, ‘Bagaimana jika apa yang aku ceritakan itu ada pada saudaraku itu?’ Beliau bersabda, ‘Jika benar seperti itu apa yang kamu katakan maka kamu telah menggunjingnya, dan jika tidak ada dalam dirinya maka engkau telah melakukan kebohongan terhadapnya.” (HR. Muslim, No. 6536).


Imam An-Nawawi berkata terhadap hadis di atas bahwa, kata (Bahattah) artinya adalah, engkau berkata yang tidak benar terhadapnya. Ghibah (menggunjing) adalah menceritakan tentang seseorang saat ia tidak ada dengan sesuatu yang dapat menyakitkannya. Perbuatan ini hukumnya haram, tetapi ada ghibah yang diperbolehkan karena untuk alasan syar’i. Setidaknya ada enam sebab;


Pertama; Melaporkan tindakan penzaliman kepada penguasa, hakim atau pihak lain yang memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk mencegah kezaliman orang itu. Orang yang lapor itu mengucapkan, “Orang ini telah menzalimi aku.” Atau, “Orang ini melakukan ini kepadaku.”


Kedua; Meminta pertolongan untuk mencegah kemunkaran, atau menyadarkan orang yang sedang melakukan kemaksiatan kepada kebenaran. Maka dia boleh mengatakan kepada orang yang diharapkan bantuannya, “Si Fulan melakukan hal ini, buatlah dia jera!” Atau kata-kata yang semisal itu.


Ketiga; Meminta fatwa hukum. Boleh seseorang berkata kepada sang mufti, “Fulan (suamiku, saudaraku, atau ayahku) telah menzalimi aku, apakah boleh dia melakukan itu?” atau kata-kata lainnya. Perkataan seperti ini diperbolehkan saat dibutuhkan. Tetapi yang lebih baik kata-katanya diubah. Seperti, “Bagaimana seandainya seseorang melakukan tindakan seperti ini kepada istrinya?”. Meskipun demikian, menyebutkan nama tetap diperbolehkan. Hal ini diperkuat oleh hadis Hindun yang mengadu kepada Rasulullah saw, “Sesungguhnya Abu Sufyan seorang suami yang pelit.”


Keempat; Memberi peringatakan kepada kaum muslimin akan adanya keburukan. Hal ini bisa dari berbagai macam kasus;


    Mengkritisi para perawi hadis, menyeleksi saksi-saksi dalam persidangan, dan kritik kepada para pengarang buku. Semua ini diperbolehkan dengan ijma’ ulama, bahkan wajib dengan dalih menjaga kemurnian syariat Islam. Dan boleh juga menyebutkan beberapa aib mereka dalam forum musyawarah.

    Jika kamu melihat orang alim selalu mendatangi orang yang fasik atau penekun bid’ah untuk belajar kepadanya dan kamu mengkhawatirkan keselamatan agamanya, maka kamu harus mengingatkannya dengan menyebutkan sisi buruk orang yang didatangi itu.

    Jika kamu melihat orang yang akan membeli sesuatu yang ada cacatnya, atau seorang hamba sahaya yang suka mencuri, atau pezina, atau peminum minuman keras, atau yang semacam itu, maka kamu boleh menyebutkan hal-hal negatif tadi pada si pembeli mungkin dia memang tidak tahu, ini semua dalam rangka saling menasehati saja bukan untuk merusak atau mengacaukan.

    Mengkritisi pihak-pihak yang memegang peran dalam suatu lembaga masyarakat yang tidak profesional dalam mengelola, atau bertindak fasik. Boleh bagi seseorang yang mengetahuinya melaporkannya kepada atasannya agar meluruskan anak buahnya dan tidak mudah percaya dengan laporan-laporannya berkaitan dengan lembaga yang dipimpin.


Kelima; orang itu terang-terangan dalam melakukan kefasikannya atau bid’ahannya, seperti pemabuk di tempat umum, perampok, pemeras atau tindak kriminal lainnya. boleh melaporkan perbuatan-perbuatan kriminal yang dilakukan dengan terang-terangan ini, tapi tidak yang sembunyi-sembunyi.


Keenam; Menunjukan seseorang yang bertanya. Jika orang yang ditanyakan itu terkenal dengan julukan seperti, Al-A’ma (si buta), Al-A’raj (si pincang), Al-Qashir (cebol), atau Al-Aqhta (si buntung), maka boleh menyebutkan dengan nama-nama julukan ini. Tetapi haram jika menyebutkannya dengan tujuan menghina. Namun, bila memungkinkan menggunakan penyebutan baik yang lain, maka itu lebih utama.[1]

Demikian penjelasan Imam An-Nawawi yang kami dapati di dalam Kitab Syarah Muslimnya yang terkenal—Semoga Allah Ta’ala merahmatinya dan kita.

Qatadah berkata, “Sebagaimana salah seorang dari kalian terlarang untuk memakan daging saudaranya yang sudah mati, maka sesungguhnya dia pun terlarang untuk menggunjing saudaranya yang masih hidup. Memakan daging disamakan dengan menggunjing.”[Al-Jami’li-Ahkaam Al-Quran, Imam Al-Qurthubi. QS.Al-Hujurat,49: 12. Jilid 17, Hal.85.]


sumber fajarcoid

Rabu, 10 November 2021

Download Alqur'an dan hadits digital (Haditsweb) versi 6.0



Donload hadits web 6.0 atau kompilasi al quran dan hadits digital klik dibawah ini 

 DOWNLOAD EBOOK 

Pentingnya Menanamkan Akidah Yang Kokoh Sejak Usia Dini

 Setiap mukmin pasti tidak bisa memungkiri pengakuan dalam lubuk hatinya yang paling dalam bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah figur guru/pengajar yang terbaik. Sehingga metode Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam dalam menanamkan keyakinan aqidah kepada para Sahabatnya, termasuk yang masih sangat muda belia, adalah metode yang paling relevan diterapkan dalam berbagai situasi zaman.


Di saat setiap orang tua muslim mulai khawatir dengan keimanan dan moral anaknya, para pendidik mulai mencemaskan perkembangan kepribadian peserta didiknya, patutlah kita menengok kembali bagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam memberikan contoh peletakan pondasi keimanan yang kokoh kepada seorang sahabat, sekaligus sepupu beliau yang masih kecil waktu itu, yakni Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu.

Bukti sejarah memaparkan keunggulan metode pengajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam tersebut yang membuahkan pribadi yang beriman dan berilmu seperti Ibnu Abbas. Kita kemudian mengenal beliau sebagai seorang Ulama’ di kalangan sahabat Nabi, seorang ahli tafsir, sekaligus seorang panutan yang menghiasi dirinya dengan akhlaqul karimah, sikap wara’, taqwa, dan perasaan takut hanya kepada Allah semata.

Begitu banyak keutamaan Ibnu Abbas yang tidak bisa kita sebutkan hanya dalam hitungan jari. Beliau adalah seseorang yang didoakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam:
“Wahai Allah, pahamkanlah ia dalam permasalahan agama (dien), dan ajarilah ia ta’wil (ilmu tafsir Al Quran)”. Beliau pula yang dua kali didoakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam supaya dianugerahi hikmah oleh Allah. Tidak ada yang menyangsikan maqbulnya doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, manusia yang paling bertaqwa di sisi Allah.
Mari kitak simak salah satu metode pengajaran agung itu, untuk selanjutnya kita gunakan pula dalam membimbing anak-anak kita meretas jalan menuju hidayah dan bimbingan Allah. Disebutkan dalam suatu hadits:
Dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu: “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat:
Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu…
Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu…
Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah…
Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah…
Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu)…
Ketahuilah… kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu)…
Pena telah diangkat… dan telah kering lembaran-lembaran…(hadits riwayat Tirmidzi, Hasan, shahih)

Inilah salah satu wasiat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam yang mewarnai kalbu Ibnu Abbas, menghunjam dan mengakar, serta membuahkan keimanan yang mantap kepada Allah. Kita juga melihat bagaimana metode dakwah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam, hal pertama kali yang ditanamkan adalah tauhid, bagaimana seharusnya manusia memposisikan dirinya di hadapan Allah. Manusia seharusnya mencurahkan segala hidup dan kehidupannya untuk menghamba hanya kepada Allah. Tidaklah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam mendahulukan sesuatu sebelum masalah tauhid diajarkan.

Kalau manusia ingin selalu berada dalam penjagaan Allah, maka dia harus ‘menjaga’ Allah. Makna perkataan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam: “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu…” dijelaskan oleh seorang Ulama’ bernama Ibnu Daqiqiel ‘Ied: “Jadilah engkau orang yang taat kepada Rabbmu, mengerjakan perintah-perintah-Nya, dan berhenti dari (mengerjakan) larangan-larangan-Nya”. (Syarah al-Arba’in hadiitsan an-nawawiyah).
Kita jaga batasan-batasan Allah dan tidak melampauinya. Batasan-batasan itu adalah syariat Allah, penentuan hukum halal dan haram dari Allah, yang memang hanya Allah sajalah yang berhak menetapkan hukum tersebut, sebagaimana dalam ayat: Artinya: “…penetapan hukum hanyalah hak Allah” (Q.S.Yusuf: 40 )

Allah mencela orang-orang yang melampaui batasan-batasan-Nya: Artinya: “…dan barangsiapa yang melampaui batasan-batasan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim”(Q.S. Albaqarah:229).
Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya tentang ayat ini menyebutkan: “Batasan itu terbagi dua, yaitu: batasan perintah (untuk) dikerjakan dan batasan larangan (untuk)ditinggalkan.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam dalam hadits ini memberikan sinyalemen bahwa barangsiapa yang senantiasa menjaga batasan-batasan Allah itu maka dia akan senantiasa dalam penjagaan Allah. Maka siapakah lagi yang lebih baik penjagaannya selain Allah? sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik penjaga. Dalam AlQuran disebutkan:
“Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”(Q.S. Al-Anfaal:40).

Syaikh Abdirrahman bin Naashir As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan:…”Allah lah yang memelihara hamba-hambanya yang mu’min,dan menyampaikan pada mereka (segala) kebaikan/mashlahat, dan memudahkan bagi mereka manfaat-manfaat Dien maupun kehidupan dunianya, dan Allah yang menolong dan melindungi mereka dari makar orang-orang fujjar,dan permusuhan secara terang-terangan dari orang-orang yang jelek akhlaq dan Diennya.(Kitab Taisiril Kariimir Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan).

Makna perkataan Rasul “Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu…”. Syaikh Abdirrahman bin Muhammad bin Qasim al- Hanbaly an-Najdi dalam kitabnya Hasyiyah Tsalatsatil Ushul, menjelaskan makna hadits tersebut: “Jagalah batasan-batasan Allah dan perintah-perintah-Nya, niscaya Ia akan menjagamu di manapun kamu berada”.

“Jika engkau memohon, memohonlah kepada Allah, jika engkau meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Allah”. Ini adalah sebagai perwujudan pengakuan kita yang selalu kita ulang-ulang dalam sholat :Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin
“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan”(Q.S. Al-Fatihah: 5).

Kalimat yang sering kita ulang-ulang dalam munajad kita dengan Penguasa seluruh dunia ini, akankah benar-benar membekas dan mewarnai kehidupan kita? Sudahkah kita benar-benar menjiwai makna pernyataan ini sehingga terminal keluhan dan pelarian kita yang terakhir adalah Dia Yang Berkuasa atas segala sesuatu? Demikianlah yang seharusnya. Di saat kita meyakini ada titik tertentu , sebagai batas semua makhluk siapapun dia, tidak akan mampu mengatasinya, pulanglah kita pada tempat kita berasal dan tempat kita kembali. Apakah dengan penguakan kesadaran yang paling dalam ini kita masih rela berbagi permintaan tolong kita yang sebenarnya hanya Allah saja yang mampu, kepada makhluk selain-Nya? Sungguh hal itu merupakan bentuk kedzaliman yang paling besar.

Allah mengabadikan salah satu bentuk nasehat mulya yang akan senantiasa dikenang :

Artinya: “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan dia menasehatinya: “Wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang paling besar” (Q.S.Luqman:13)
Meminta pertolongan dalam permasalahan yang hanya Allah saja yang mampu memenuhinya, seperti rezeki, kebahagiaan, kesuksesan, keselamatan, dan yang semisalnya, kepada selain Allah adalah termasuk bentuk kedzaliman yang terbesar itu (syirik). Berbeda halnya jika kita minta tolong dalam permasalahan yang manusia memang diberi kemampuan secara normal oleh Allah untuk memenuhinya, seperti tolong menolong sesama muslim dalam hal finansial, perdagangan dan semisalnya.

“Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu)…” Ketahuilah… kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu)…Dua bait ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam ini mempertegas dan memberikan argumen yang pasti bahwa Allah sajalah yang berhak dijadikan tempat bergantung, meminta pertolongan, karena hanya Ia saja yang bisa menentukan kemanfaatan atau kemudharatan akan menimpa suatu makhluk. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam juga mengajarkan kepada kita dzikir seusai sholat yang menguatkan pengakuan itu:

“Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta walaa mu’tiya limaa mana’ta “

Artinya: “…Wahai Allah tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah/halangi…” (hadits riwayat Bukhari 2/325 dan Muslim 5/90, lihat kitab Shahih al-Waabilus Shayyib minal Kalamit Thayyib, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly).

Dalam hadits itu pula terkandung pelajaran penting wajibnya iman terhadap taqdir dari Allah baik maupun buruk. Seandainya seluruh makhluk berkumpul dan mengerahkan segala daya dan upayanya untuk memberikan sesuatu pada seseorang, tidak akan bisa diterimanya jika tidak ditakdirkan oleh Allah, demikian pula sebaliknya dalam hal usaha untuk mencelakakan.Kesadaran ini pula yang harus ditanamkan sejak dini.

Orang tua hendaknya memberikan gambaran-gambaran yang mudah dimengerti oleh si anak tentang kekuasaan Allah dan taqdirnya. Anak-anak mulai diajak berpikir secara Islamy, bahwa segala sesuatu yang menjadi kepunyaannya itu adalah pemberian dari Allah dan telah Allah takdirkan sampai padanya. Demikian pula apa yang luput dari usaha anak itu untuk mencapainya, telah Allah takdirkan tidak akan sampai padanya.

Telah diangkat pena-pena dan telah kering lembaran-lembaran….maksudnya, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini telah tertulis ketentuannya dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Allah berfirman:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,”(Q.S. Al-hadiid:22-23).

Sungguh indah rasanya jika teladan pengajaran dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam ini benar-benar kita tindak lanjuti sebagai upaya pembekalan bagi anak-anak kita. Mewarnai kalbu mereka yang masih putih seputih kertas tanpa ada goresan sedikitpun sebelumnya. Sehingga di saat mereka beranjak dewasa, kita akan menuai hasilnya. Orangtua mana yang tak kan bangga melihat anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang tangguh, beriman dan berilmu Dien yang mantap serta siap menghambakan dirinya untuk Allah semata dan siap berjuang untuk menegakkan Kalimat-Nya, berjihad fi sabiilillah. Tidak ada yang ditakuti kecuali hanya kepada, dan karena Allah semata.

Daftar rujukan:
1. Syarah al-Arba’in Hadiitsan an-Nawawiyah, Imam Ibn Daqiiqil ‘Ied.
2. Taisiril Kariimir Rahman fi tafsiiri Kalaamil Mannan, Syaikh Abdirrahman bin Naashir As Sa’di
3. Tafsir Al-Qurthuby.
4. Shahih al-Waabilus Shayyib minal Kalamit Thayyib, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly.
5. Hasyiyah Tsalaatsatil Ushul, Syaikh Abdirrahman bin Muhammad bin Qasim al-Hanbaly an-Najdi. 

Jumat, 05 November 2021

Download Ebook Astronomi, Pengetahuan Tentang Bintang Bintang

 



Ebook ini saya scan dari buku ilmu pengetahuan populer jilid 1, hanya 14 halaman dan pada bab tentang bintang bintang.


DOWNLOAD EBOOK