Jumat, 13 Januari 2023

Sholat Dalam Perjalanan Bolehkah di Qashar?

 Hadits-hadits yang betalian dengan shalat qoshor banyak disebutkan oleh al-hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Bulughul Maram. (Karena buku ini sedang tidak ada di tangan saya,) Berikut ini saya berikan keterangan berdasarkan kitab FIKIH SUNNAH, karya Sayyid Sabiq, terbitan Al-Ma'arif, Bandung dan SILSILAH HADITS SHAHIH, karya Syeikh M. Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka Mantiq, Solo)

  1. Sayyid Sabiq meyebutkan bahwa berkata Ibnu Qoyyim: "Jikalau bepergian, Rasulullah s.a.w. selaluu mengqahar shalat yang empat raka'at dan mengerjakannya hanya dua-dua rak'at, SAMPAI BELAIU KEMBALI KE MADINAH. Tidak ditemukan keterangan yang kuat bahwa beliau tetap melakukannya empat rak'at. Hal ini tidak mejadi perselisihan lagi bagi Imam-imam walau mereka berlainan pendapat tentang hukum mengqashar........." (ringkasnya) --> Hanafi (Wajib), Maliki (sunnah mu'akkad), Hambali & Syafi'i (jaiz hanya lebih utama daripada menyempurkan).
  2. Sayyid Sabiq membuat pasal tentang ;"Bilakah musafir itu mencukupkan shalatnya?". Kemudian menyebutkan; "Seorang musafir itu boleh terus mengqoshor shalatnya SELAMA IA MASIH DALAM BEPERGIAN. Jika ia bermukim di suatu tempat karena sesutau keperluan yang hendak diselesaikannya, maka ia tetap boleh mengqashar, sebab masih terhitung dalam bepergian walaupun bermukimnya di sana sampai bertahun-tahun lamanya. Adapun kalau ia bermaksud hendak bermukim di sana dalam waktu tertentu, maka menurut pendapat yang terkuat yang dipilih oleh Ibnu Qoyyim, bermukimnya itu belum lagi menghilangkan hukum bepergian, baik lama atau sebentar, selama ia tidak berniat hendak menjadi penduduk tetap di sana itu. Dalam hal ini para ulama mempunyai berbagai-bagai pendapat dan diringkaskan oleh Ibnu Qoyyim sambil memperkuat pendapatnya sendiri sbb:.
  3. Masih dalam Fikih Sunnah, Ibnu Qoyyim menyebutkan bahwa; Dalam sahih Bukhori dari Ibnu 'Abbas, katanya: "Nabi s.a.w. bermukim dalam salahsatu perjalanannya selama sembilanbelas hari dan selalu sholat dua rak'at. Maka kamipun kalau bermukim dlam perjalanan selama sembilanbelas hari, kami akan tetap mengqashar, dan kalau lebih dari itu, akan kami cukupkan." Kemudian masih dalam keterangan dari Ibnu Qoyyim bahwa; dari Jabir bin Abdullah , katanya: "Nabi s.a.w. bermukim di Tabuk selama duapuluh hari dan selalu mengqashar shalatnya." (HR Imam Ahmad dalam musnadnya).
  4.  

  5. Dalam penjelasan terhadap hadits tentang: JAMA' TAQDIM, Al-muhaddits Al-Albani melampirkan tambahan keterangan dari Ibnu Taimiyyah dalam Majmu'atur Rasail Wal-Masail (2/26-27): "Dan Tabuk adalah akhir peperangan Nabi saw. Beliau sesudah itu, tidak pernah bepergian kecuali ketika haji wada'. Tidak ada kasus jama' darinya kecuali di Arafah dan Muzdzalifah. Adapun di Mina, maka tidak ada seorangpun yang menukil bahwa beliau pernah menjama' di sana. Mereka hanya menukilkan bahwa beliau memang mengqashar di sana. Ini menunjukkan bahwa beliau dalam sutau bepergian terkadang menjama' dan terkadang tidak. bahkan yang lebih sering adalah bahwa beliau tidak menjama'. Hal ini juga menunjukkan bahwa beliau tidak menjama'. Dan juga menunjukkan bahwa JAMA' BUKAN MENJADI SUNNAH SAFAR SEBAGAIMANA QASHAR, tetapi dilakukan hanya bila diperlukan saja, baik dalam bepergian maupun sewaktu tidak dalam bepergian supaya tidak memberatkan ummatnya. Maka seorang musyafir bilamana memerlukan jama' maka lakukan saja baik pada waktu kedua atau pertama. Adapun bagi orang yang singgah beberapa hari di suatu kampung atau kota, maka meskipun ia boleh mengqashar, karena ia musafir, namun tidak diperkanankan men-jama'. Ia seperti halnya tidak boleh shalat diatas kendaraan, tidak boleh shalat dengan tayamum, dan tidak boleh makan bangkai. Hal-hal ini seperti halnya diperbolehkan sewaktu diperlukan saja. Lain halnya dengan soal qashar. Sesungguhnya ia memang manjadi sunnah dalam shalat di perjalanan."