Kamis, 14 Oktober 2021

Bagaimanakah Nasib Orang Kaya Yang Sombong Di Padang Mahsyar?




Wow, Lamborghini Segera Rilis Mobil Terbarunya 7 Mei Ini - Otomotif  Bisnis.com

Dari Mahmud bin Labid, bahwa Nabi saw bersabda:


“Yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah apa itu syirik kecil?” Beliau menjawab, “Riya’ (Pamer). Allah Ta’ala berfirman kepada mereka pada hari Dia membalas para hamba, sesuai perbuatan-perbuatan mereka, ‘Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian berbuat riya, untuk mereka sewaktu di dunia. Lalu lihatlah, apakah kalian dapati kebaikan ada pada mereka.” (Hadis Sahih. HR. Ahmad (5/428); Al-Baihaqi di dalam Asy-Syu’ab (6831): Al-Baghawi di dalam Syarh As-Sunan (7/430).[1]

Imam Abu Al-Laits As-Samarqandi bekata: Hal ini dikatakan kepada mereka, karena amal mereka di dunia dalam bentuk tipuan (kepalsuan), maka di akhirat pun mereka diperlakukan dengan bentuk tipuan, sebagaimana firman Allah Ta’ala; “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan meeka.” (QS. An-Nisaa, 4: 142). Maksudnya Dia membalas mereka dengan balasan tipuan sehingga menggugurkan amal-amal mereka. Allah juga berfirman kepada mereka; “Pergilah kalian kepada orang-orang yang menjadi tujuan kalian beramal, sesungguhnya di sisi-Ku tidak ada pahala untuk amal-amal kalian, karena amal-amal itu tidak murni untuk meraih ridha Allah Ta’ala.” Yang menyebabkan seorang hamba meraih pahala adalah jika amalnya ikhlas untuk meraih ridha Allah. Jika amalnya dilakukan untuk selain-Nya diserta syirik, maka Allah belepas diri dari amal tersebut.[2]

Dari Abu Huraiah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Allah Ta’ala akan berfirman, ‘Aku paling tidak membutuhkan persekutuan, Aku tidak membutuhkan amal yang di dalamnya terdapat persekutuan pada selain-Ku. Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang mempesekutukan diri-Ku dengan yang lain, maka Aku berlepas diri dari amal itu.” (Hadis Sahih HR. Ibnu Majah (4202) hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahihnya (4/2985).

Riya adalah beramal dengan niat dan tujuan untuk dipuji oleh manusia. Dia berniat supaya diagungkan oleh manusia. Dia beniat supaya namanya terus disebut-sebut bahwa ia adalah ustadz, ia adalah seorang alim. Ia adalah orang yang rajin beribadah dan beramal shaleh. Ia adalah orang dermawan. Ia adalah orang yang pandai. Ia adalah pahlawan Islam. Jika seseorang beramal kepada Allah dengan tujuan dan niat sebagaimana dimaksud di atas serta yang sejenisnya, maka ia termasuk orang yang riya. Maka kelak di Yaumil Mahsar, dia akan menjadi orang yang terusir lagi terhina.

Sesungguhnya, amalan shaleh itu hanya ditujukan kepada Allah Ta’ala. Diniatkan untuk mendapat keridhaan Allah Ta’ala. Semata-mata amal itu dilakukan karena Allah Ta’ala. Tidak boleh ada niat lain dalam ibadah. Ada salah satu ayat yang selalu kita baca ulang-ulang, yakni: “Hanya Engkau-lah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkau-lah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah, 1 : 5).

Ayat ini menyangkut dengan ketahuidan. Kita mengungkapkan peribadatan hanya kepada Allah Ta’ala. Dan tidak menyekutukan-Nya. Perkara riya termasuk dalam perkara tauhid, maka itu Rasulullah saw menyebutnya sebagai syirik kecil. Sedangkan orang yang berbuat syirik pasti dicampakkan ke dalam Jahannam—aku dan keluarga belindung kepada Allah darinya—

Adapun pamer dalam perkara harta, wanita, jabatan, pakaian, pesta pernikahan, titel yang tinggi, serta duniawi yang dimilikinya, maka ini adalah ujub atau membanggakan diri. Perkara ini juga termasuk dalam kesombongan, karena pangkal dari ujub adalah membanggakan milik sendiri dan merendahkan milik orang lain. Ini adalah bencana ketika menghadap Allah di Padang Mahsyar. 

Ada yang diserupakan seperti babi. Yang serupa babi adalah orang suka makan harta haram dan merampas hak orang lain.” ada yang dikumpulkan dalam keadaan buta dan tuli mereka adalah kaum pemakan riba dan bangga dengan kekayaannya enggan bersedekah. Ada yang baunya lebih busuk dari bangkai. Yang bahunya lebih busuk dari pada bangkai adalah orang yang selalu memuaskan hawa nafsunya, bergelimang dalam dosa syahwat dan menolak menunaikan hak Allah dalam harta kekayaannya.”

Sesungguhnya, tidak ada harta seorang pun di zaman ini, yang bisa melebihi harta Qarun yang dikisahkan dalam Al-Quran. Namun karena kesombongannya, maka Allah menenggelamkan dia ke dalam perut bumi berserta harta-hartanya. Dan dia termasuk penduduk Neraka untuk selama-lamanya.

Demikian. Dan segala puja dan puji hanya kepada Allah Ta’ala, yang telah mengajarkan hamba-Nya baca tulis melalui perantara Qalam.


footnote:

[1] Hadis Dikutib Dari Kitab Tanbih Al-Ghafilin Imam As-Samarqandi, Hadis Nomor 2, pembahasan Ikhlas, hal. 10.
[2] Kitab Tanbih Al-Ghafilin Imam As-Samarqandi, Pembahasan Ikhlas, hal. 11.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah