Rabu, 16 November 2011

Tafsir Surat Al-Imran ayat 103 : "Solusi Perpecahan Umat Islam"

 http://myownbluesky.files.wordpress.com/2010/05/the-sky-and-the-sea.jpg?w=480&h=319


Diantara fenomena akhir-akhir ini yang melanda umat islam adalah perpecahan dan perselihan, umat islam terpecah menjadi macam-macam golongan / kelompok dan masing-masing golongan saling merasa benar sendiri tanpa meninjau dari hujjah sebenarnya (al-Qur’an dan al-Hadits), lalu hanya kerena perbedaan sedikit (misalnya permasalahan perbedaan fikih) umat islam satu dengan yang lain saling menghujat, saling membenci, bahkan ada yang sampai berbuat anarkis kepada muslim lainnya. Apakah saling berselisih itu merupakan perbuatan yang terpuji, tentu saja tidak dan justru dalam islam berselisih itu merupakan perkara haram. Maka sebagai muslim yang benar sebaiknya mengembalikan semua perkara yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya (merujuk kepada al-Qur’an dan As-Sunah)
Hadits Nabi SAW :
Muslim adalah saudara muslim yang lain, dia tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (dalam kesusahan), dan merendahkannya. Takwa itu di sini, -beliau menunjuk dadanya tiga kali- cukuplah keburukan bagi seseorang, jika dia merendahkan saudaranya seorang muslim. Setiap orang muslim terhadap muslim yang lain haram: darahnya, hartanya, dan kehormatannya. (HR Muslim no. 2564; dan lainnya dari Abu Hurairah)

Hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sesama muslim adalah saudara dan walupun berselisih pendapat tidak boleh saling menzalimi, karena darah, harta, dan kehormatan sesama muslim adalah haram diganggu.

Persatuan kaum muslimin di atas al haq (kebenaran hakiki) dan larangan berpecah-belah, merupakan prinsip yang agung dalam agama Islam dan ajaran islam yang utama karena perintah tersebut (supaya bersatu) langsung diperintah Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Imran ayat 103. Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara. (QS Ali Imran:103)
Namun layak disesalkan, karena banyak kenyataan yang nampak di kalangan kaum muslimin berbeda dengan ajaran agama yang suci ini. Maka di sini, kami sampaikan sebagian keterangan agama mengenai masalah besar ini. Semoga bermanfaat untuk kita, amien.
PENJELASAN AYAT (QS Ali Imran:103) :

1.                  Ibnu Jarir Ath Thabari berkata tentang tafsir ayat ini:
Allah Ta’ala menghendaki dengan ayat ini, Dan berpeganglah kamu semuanya kepada agama Allah yang telah Dia perintahkan, dan (berpeganglah kamu semuanya) kepada janjiNya yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas  kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah. [Jami’ul Bayan 4/30.]

2.                  Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan melarang perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan dan perintah persatuan. Mereka dijamin terjaga dari kesalahan manakala mereka bersepakat, sebagaimana tersebut banyak hadits tentang hal itu juga. Dikhawatirkan terjadi perpecahan dan perselisihan atas mereka. Namun hal itu telah terjadi pada umat ini, sehingga mereka berpecah menjadi 73 firqah. Diantaranya  terdapat satu firqah najiyah (yang selamat) menuju surga dan selamat dari siksa neraka. Mereka ialah orang-orang yang berada di atas apa-apa yang ada pada diri Nabi n dan para sahabat beliau.” [Tafsir Al Qur’anil ‘Azhim, surat Ali Imran:103.]

3.                  Al Qurthubi berkata tentang tafsir ayat ini,

“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan al jama’ah (persatuan) merupakan keselamatan.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159.]

4.                  Al Qurthubi juga mengatakan,

“Maka Allah Ta’ala mewajibkan kita berpegang kepada kitabNya dan Sunnah NabiNya, serta -ketika berselisih- kembali kepada keduanya. Dan memerintahkan kita bersatu di atas landasan Al Kitab dan As Sunnah, baik dalam keyakinan dan perbuatan. Hal itu merupakan sebab persatuan kalimat dan tersusunnya perpecahan (menjadi persatuan), yang dengannya mashlahat-mashlahat dunia dan agama menjadi sempurna, dan selamat dari perselisihan. Dan Allah memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan yang telah terjadi pada kedua ahli kitab”. (Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/164)

5.                  Beliau juga mengatakan,

“Boleh juga maknanya, janganlah kamu berpecah-belah karena mengikuti hawa nafsu dan tujuan-tujuan yang bermacam-macam. Jadilah kamu saudara-saudara di dalam agama Allah, sehingga hal itu menghalangi dari (sikap) saling memutuskan dan membelakangi.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159.]

6.                  Asy Syaukani berkata tentang tafsir ayat ini,

“Allah memerintahkan mereka bersatu di atas landasan agama Islam, atau kepada Al Qur’an. Dan melarang mereka dari perpecahan yang muncul akibat perselisihan di dalam agama.” [Fahul Qadir 1/367.]

USAHA MEMPERSATUKAN UMAT ISLAM

Setiap masalah insya Alloh ada solusi begitu juga dengan permasalahan umat ini hanya akan selesai jika mengambil solusi sesuai dengan kaidah yang sebenarnya, berikut beberapa solusi untuk mempersatukan umat Islam.

Pertama. Memutuskan Perkara Dengan Al Kitab dan As Sunnah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An Nisa’:59).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata,
“Allah memerintahkan untuk mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan manusia -yang berupa ushuluddin dan furu’-  kepada Allah dan RasulNya, yaitu kepada kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Karena sesungguhnya, di dalam keduanya terdapat penyelesaian untuk seluruh perkara yang diperselisihkan. Mungkin dengan jelas di dalam keduanya, atau dengan keumumannya, atau isyarat, atau peringatan, atau pemahaman, atau keumuman makna, yang serupa dengannya dapat dikiaskan padanya. Karena sesungguhnya kitab Allah dan Sunnah RasulNya merupakan fondasi bangunan agama. Keimanan tidak akan lurus, kecuali dengan keduanya. Maka, mengembalikan (perkara yang diperselisihkan) kepada keduanya merupakan syarat keimanan.” (Tafsir Karimir Rahman).

Barangsipa bersungguh-sungguh mengikuti petunjuk Allah, niscaya akan terhindar dari kesesatan. Allah berfirman,

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى
  
Barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (QS Thaha:123).

Kedua. Menetapi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
 
Dan meninggalkan seluruh bid’ah agama; mengikuti Sunnah Rasullah SAW , mengikuti Sunnah dan pemahaman sahabat terhadap agama ini. Baik dalam perkara aqidah, ibadah, akhlaq, politik, ekonomi, dan seluruh sisi kehidupan beragama lainnya. Kemudian, menolak seluruh bid’ah. Karena bid’ah, sesungguhnya merupakan salah satu penyebab perpecahan terbesar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi  kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat. (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).

Ketiga. Ikhlas dan memurnikan mutaba’ah.

Ketika Nabi Yusuf mengikhlaskan untuk Rabbnya, Allah memalingkan darinya pendorong-pendorong keburukan dan kekejian.
Allah Ta’ala berfirman,

كَذلِكَ لِنَصْرِفُ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَآءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
 Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang dijadikan ikhlas. (QS Yusuf:24).

Oleh karena inilah ketika Iblis mengetahui bahwa dia tidak memiliki jalan (untuk menguasai) orang-orang yang ikhlas, dia mengecualikan mereka dari sumpahnya yang bersyarat untuk menyesatkan dan membinasakan (manusia). Iblis mengatakan,

فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ . إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
  
Demi kekuasaanMu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlas diantara mereka, (QS Shad:82-83).

Maka ikhlas merupakan jalan kebebasan, Islam sebagai kendaraan keselamatan, dan iman adalah penutup keamanan. [Al ‘Ilmu Fadhluhu Wa Syarafuhu, tansiq: Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi.]

Hendaklah kaum muslimin menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagi satu-satunya manusia yang diikuti secara mutlak. Adapun selain beliau, maka perkataannya dapat diterima atau ditolak, sesuai dengan ukuran kebenaran. Karena seluruh apa yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq, sedangkan yang menyelisihinya adalah batil. Amalan yang menyimpang dari jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah cukup untuk menjadikan amal tersebut tertolak.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
 Dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa membuat perkara baru di dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya, maka perkara itu tertolak.” (HR Bukhari dan Muslim).


Keempat. Menuntut ilmu syar’i dan mendalami agama dari ahlinya.

Untuk mengikuti al jama’ah (pengikut sunah Rasulullah SAW),  mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, tidaklah dapat dijalankan kecuali dengan bimbingan para ulama’ Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Karena para ulama itu sebagai al jama’ah. Maka seseorang yang ingin selalu menetapi kebenaran dan persatuan, harus selalu mendalami agama dengan bimbingan para ulama Ahlus Sunnah yang lurus aqidahnya, terpercaya amanahnya dan agamanya.

Bergaul dengan ahli ilmu, meneladani akhlak, mengambil ilmu mereka dengan manhaj yang lurus merupakan langkah untuk menjauhi perpecahan dan menjaga persatuan. Dan para ulama itu akan selalu ada sepanjang zaman, sampai dikehendaki oleh Allah. Mereka itu adalah thaifah al manshurah (kelompok yang ditolong oleh Allah).

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (QS An Nahl:43)

Dari tulisan diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa kita dilarang berselisih dalam agama, supaya perselisihan segera ditemukan solusi maka sebaiknya kita kembalikan kepada Allah dan Rasulullah (merujuk dari al-Qur’an dan As-Sunah). 

Walau dalam keadaan apapun kita wajib bersikap baik kepada sesama muslim dan lapang dada menerima perbedaan, supaya terhindar dari permusuhan antar sesama umat Islam, yang tentu saja akan dimanfaatkan musuh untuk menggerogoti Islam, yang akhirnya kerugian besar yang didapat didunia maupun akhirat.
Wallahu ‘Alam

Referensi : Muslim.or.id

4 komentar:

djoni kuswanto mengatakan...

dapat disimpulkan bahwa,umat Islam harus berjama'ah dlm mengamalkan Qur'an dan Hadist. makna berjama'ah adalah bergabung menjadi satu dan dipimpin oleh seorang imam/Amir yg di bai'at. sekarang kita harus berimam/berAmir kepada siapa,mengingat keAmiran diTurki telah runtuh sejak 1928.Memang betul,di Indonesia telah tumbuh,kelompok2 agama yg ada Imamnya,..apakah salah satu dari mereka,kita ikuti..?

d4rk-0n3 mengatakan...

Allah dan Rasul ya Allah dan Rasul..
Kecuali kembali ke kalamulloh dan sabda Rasulluloh..
Sembahlah Alloh.. bukan sembahlah Alquran..
Beribadah itu krn Alloh bkn karena Alquran dan Hadist..
Jadi berhati2lah.. setan selalu mengelabui kita..

d4rk-0n3 mengatakan...

Allah dan Rasul ya Allah dan Rasul..
Kecuali kembali ke kalamulloh dan sabda Rasulluloh..
Sembahlah Alloh.. bukan sembahlah Alquran..
Beribadah itu krn Alloh bkn karena Alquran dan Hadist..
Jadi berhati2lah.. setan selalu mengelabui kita..

d4rk-0n3 mengatakan...

Allah dan Rasul ya Allah dan Rasul..
Kecuali kembali ke kalamulloh dan sabda Rasulluloh..
Sembahlah Alloh.. bukan sembahlah Alquran..
Beribadah itu krn Alloh bkn karena Alquran dan Hadist..
Jadi berhati2lah.. setan selalu mengelabui kita..

Posting Komentar

silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah