Kamis, 03 Februari 2011

[#1] Tafsir Surat Al-Ashr (Waktu)


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Tafsir Surat Al-Ashr Ayat 1-3


SURAT 103. AL 'ASHR

Terjemahan Text Qur'an Ayat
Demi masa. وَالْعَصْرِ 1
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ 2
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 3


Penjelasan Ayat :

  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDHxE_XnphzUKumRLYZNLE6zzOGR7PiLOdfzuMWL4jFWd3pHlsqIGTcl_wc0Uy8mPvMmNa4igMGw070qYrKeORpOsuIvqlK4z55qrmzqKATSTmMHGsHBwCWxykigTTIX6_NEeeH_9AZF8/s1600/AL+ASHR_jpg.jpg

 

Saudaraku mukmin dan mukminat yang dirahmati Alloh, marilah kita renungkan sejenak apa yang telah kita lakukan hari ini, Apakah sudah cukup amalan kita untuk bekal diakhirat, atau justru malah banyak melakukan perbuatan sia-sia yang akan membuat kita benar-benar merugi nantinya.

Dibawah ini adalah sedikit kajian Qur'an yaitu surat al Ashr ayat 1 sampai 3 yang memperingatkan kita bahwa kita memang selalu dalam kerugian. Tentang tulisan ini sedikit sekali penjelasan ayat tersebut, apalagi penjelasan ini hanyalah sepengetahuan saya yang sangat awam dalam hal ilmu agama , sehingga bila banyak kesalahan mohon dimaafkan dan dimaklumi. 

Jika dijabarkan ayat al-quran itu tidak akan pernah habis maknanya atau tafsirannya hingga seluruh lautan dijadikan tinta, pohon-pohon sebgai penanya dan langit sebagai kertasnya, benar-benar kalimat Alloh itu tidak akan pernah habis. Dalam Qs.Al-'Ashr ini Allah berfirman, Bahwa seluruh manusia dalam keadaan merugi. Kecuali orang yang beriman dan saling sehat menasehati dalam kebaikan bukan dalam kemaksiatan dan hawa nafsu setan yang serakah dan merusak.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
وَالْعَصْرِ
  Demi waktu,
'Ashr berarti 'waktu, zaman', atau 'sore, mundurnya hari'. Masa seluruhnya ini, waktu-waktu yang kita lalui dalam hidup kita, zaman demi zaman, masa demi masa, dalam bahasa Arab `Ashr juga sebutannya. Berputarlah dunia ini dan berbagailah masa yang dilaluinya; suka dan duka, naik dan turun, masa muda dan masa tua. Ada masa hidup, kemudian mati dan tinggallah kenang-kenangan ke masa lalu.


Diambil Tuhanlah masa menjadi sumpah, atau menjadi sesuatu yang mesti diingat-ingati. Kita hidup di dunia ini adalah melalui masa. Setelah itu kita pun akan pergi. Dan apabila kita telah pergi, artinya mati, habislah masa yang kita pakai dan yang telah lalu tidaklah dapat diulang lagi, dan masa itu akan terus dipakai oleh manusia yang tinggal, silih berganti, ada yang datang dan ada yang pergi. Diperingatkanlah masa itu kepada kita dengan sumpah, agar dia jangan disia-siakan, jangan diabaikan. Sejarah kemanusiaan ditentukan oleh edaran masa.
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ


Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi.

Berdasarkan kenyataan bahwa kita menjalani waktu dalam kehidupan, ternyata manusia selalu dalam keadaan rugi, berbagai aktivitas yang merujuk pada duniawi semata ternyata merupakan kerugian yang nyata. Dan berdasarkan kenyataan hidupnya, ternyata sifat rendah manusia itu merugikan.  

Khusr berarti 'kerugian, pengurangan'. Manusia memiliki sifat bingung dan tidak pernah puas, ia berayun dari satu situasi ke situasi lainnya, dari satu ketidakpuasan ke ketidakpuasan lainnya, dari satu ilusi ke ilusi lainnya.

Kehidupannya tidak memuaskan karena ia tidak bisa beristirahat, atau memperoleh kedamaian dan ketenangan di dalamnya karena sifat dasar manusia yang tidak puas itulah manusia akan disibukan dengan urusan duniawi bagaimana supaya dirinya puas dengan segala yang dia cari seperti harta benda, pangkat dan jabatan, akan tetapi sebesar apapun yang manusia cari tidak pernah membuatnya puas malahan semakin membuat keadaannya tersiksa.

Bagaimana tidak ? segala sesuatu yang kita cari harta, benda, pangkat, jabatan, kedudukan dan sebagainya ternyata hanya membuat sibuk dan sibuk lupa segalanya lupa anak lupa keluarga lupa ibadah sampai lupa hakikat tujuan hidup yang sebenarnya yaitu kehidupan akhirat.
Itulah keadaan normal dari kehidupan dunia ini, dengan kegiatan-kegiatannya yang meletihkan manusia. Urusan yang ini sudah selesai, lalu permasalahan yang lain muncul lagi begitu seterusnya tidak akan pernah habis sampai manusia menemui ajalnya, sampai akhiratnya tidak pernah diperhatikan, padahal kita hidup didunia ini adalah untuk mencari bekal amal baik sebanyak banyaknya untuk kehidupan yang abadi diakhirat.
Apalagi keadaan diakhirat, didunia saja kita termasuk yang merugi karena kesibukan duniawi yang tidak akan membuat kita senang ataupun membuat bahagia atau mencapai kepuasan justru semakin kita mengurusi duniawi maka akan semakin membuat kita pusing dan tersiksa, artinya walaupun harta banyak, pangkat tinggi, rumah mewah, memiliki perusahaan besar dimana-mana, istrinya cantik-cantik, dan kesenangan duniawi lainnya tidak akan membuat kita senang dan bahagia sebelum kita selalu bersyukur atas apa yang telah di berikan Alloh kepada kita dengan ikhlas beribadah dan menjauhi larangan-Nya.

Hidup ini hakikatnya sebuah permainan. Yaitu jika kita semakin bersungguh-sungguh mencari keduniaan maka kita akan dipermainkan. Namun malang tak sedikitpun merasa bahagia bahkan justru semakin menderita karena disibukan oleh dunia yang tak ada habisnya. Dan sangat celaka bila sampai lupa ibadah kepada-Nya. Padahal tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya. Maka sungguh benar-benar kerugian yang besar jika ajal menjemput nyawa dalam keadaan lalai kepada perintah-Nya.


إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan, dan saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran.

Orang-orang ini (yang beriman, beramal shalih, dan saling menasehati dalam kebenaran dan menasehati dalam kesabaran) dikecualikan. Karena mereka adalah orang-orang pilihan-Nya yang berusaha menjauhi (tidak terlalu mementingkan) kehidupan dunia yang melalaikan dari akhirat. 

Secara logis, tidak ada yang salah apabila terjadi kerugian pada kondisi manusia, sebagaimana digambarkan tadi. Karena, kerugian adalah mengikuti jalur kehidupan manusia pada umumnya yaitu menuruti hawa nafsu yang rakus dengan dunia. Kita harus ingat bahwa Allah mengatakan dalam sebuah hadis kudsi, 'Apa yang salah pada hamba-hamba-Ku? Mereka berdoa kepada-Ku, meminta kemudahan dan kesenangan di dunia ini, dan Aku tidak menciptakannya untuk itu!'. Padahal kita tidak diciptakan melainkan untuk beribadah kepada-Nya. Dan dunia ini hanyalah sarana penunjang ibadah bukan tujuan hidup.

Begitu kita menyadari keadaan rugi ini maka kita harus bisa berusaha membebaskan diri dari situasi tersebut melalui ketaatan beribadah dan amal sholih sebanyak-banyaknya, tidak melalui penelitian atau tindakan langsung terhadap kehidupan atau mencoba mengendalikan kehidupan. Yaitu dengan cara beribadah terus-menerus tanpa memperhatikan kondisi fisiknya yaitu memaksakan diri berkendak diluar kodrat manusia seperti tidak makan minum (puasa terus menerus), tidak menikah, tidak melahirkan dsb). Oleh karena itu sebaiknya kita bersikap seimbang (adil) atas kehidupan jasmani dan kehidupan rohani. yaitu mencari kehidupan dengan tidak melupakan ibadah.

Hanya melalui ketaatan kepada-Nya bukan berarti melarikan diri dari masalah kehidupan melainkan berkeyakinan bahwa kehidupan dunia ini adalah merupakan sarana menuju kehidupan akhirat. Karena dunia ini ibarat kendaraan yang digunakan seseorang untuk menuju tempat tujuannya. Sedangkan petunjuk jalan menuju tempat tujuan (akhirat) adalah berupa ilmu-ilmu agama (ilmu syar'i). Dan setiap orang berpergian pasti membutuhkan bekal. Sedangkan bekal untuk perjalan ke akhirat adalah amal-amalan shalih yang kita lakukan selama hidup didunia. Maka supaya kita tidak termasuk orang yang disindir oleh Allah (yang merugi diakhirat). Maka kita wajib menuntut ilmu agama sebanyak mungkin dan diamalkan sebanyak mungkin sesuai kemampuan kita. Dan yakinlah Allah tidak memandang berapa banyak amal kita akan tetapi memandang keihlasan hati kita.

Termasuk makna dalam panggilan salat adalah ungkapan hayya 'ala al-falah (mari menuju kemenangan). Panggilan ini mengajak kita untuk berangkat menuju kemenangan dan terlepas daripada lingkaran kerugian. Dari keadaan bingung dan rugi yang terbiasa menuju kemenangan dan keberhasilan. 

Memang yang juga harus kita yakini adalah kita tidak akan pernah menang selama kita disibukan dari keduniawian. Tapi kita akan dalam keadaan berhasil dan menang setelah kita menggunakan kekayaan duniawi kita untuk amal shalih yang bermanfaat untuk akhirat kita.

Washa berarti 'memperingatkan, melarang, memerintahkan, menasihati'. Kata benda turunan, washiyah berarti 'kemauan', yakni perintah yang terakhir dan terpenting yang ditinggalkan seseorang. Kata kerja di sini diungkapkan dalam bentuk jamak karena berkenaan dengan manusia. Maksudnya adalah supaya kita lebih ringan dalam mengatasi segala kerugian (akhirat) maka kita juga mengajak orang lain untuk tujuan kita, karena manusia hakikatnya adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, dakwah kita tak akan pernah maju dan berhasil jika ilmu kita hanya kita gunakan untuk diri sendiri (egois). Karena dalam suatu hadit nabi juga pernah menjelaskan barang siapa menunjukan kedalam kebenaran maka dia akan mendapatkan pahala seperti yang dilakukan oleh orang yang diberi petunjuk tadi. Begitu juga sebaliknya dengan petunjuk yang buruk.





Yang kedua juga berarti mempelajari kebenaran secara bersama-sama maka akan lebih mudah untuk mempelajari dan petunjuk islam ini akan lebih mudah menyebar. Dan segala kesulitan dalam dakwah jika ditanggung bersama maka akan lebih ringan daripada ditanggung sendirian. Begitu juga jika terdapat penentang dakwah kita (musuh). Jika kita pegang petunjuk islam ini secara kompak dan bersatu maka musuh akan mudah kita kalahkan.

Pondasi dari semua ini adalah shabr, yang bermakna 'kesabaran', karena Allah adalah Yang Maha Sabar, al-Shabur. Dan Allah berada dalam luar pengaruh waktu karena waktu sendiri adalah ciptaan Allah. Karena kalau kita hanya sabar yang sesaat dan masih dipengaruhi waktu tetapi Allah adalah Maha Sabar dalam segalanya, misalnya dalam penciptaan, dalam pengaturan alam semesta, dalam memberikan petunjuk, dalam memberikan kasih sayang-Nya kepada semua makhluk dan sebagainya. Perumpamaan saja misalnya Tuhan itu "gegabah" maka tak akan ada orang kafir atau ahli maksiat yang selamat dari azab-Nya karena setiap kali berbuat maksiat langsung terkena akibatnya.

Karena kesabaran berarti juga menunggu berjalannya waktu. Umpamanya, jika kita ingin memakan buah kita harus sabar menunggu sampai buah itu matang, jika tidak sabar maka yang kita makan adalah buah mentah. Begitu juga dengan kita dalam mengerjakan amal shalih dan saling tolong menolong dalam kebenaran. Maka ibarat kita sedang menanam (amal) maka kita harus bersabar untuk menunggu hasilnya (panen pahala). Maka dari itulah kita dianjurkan bersabar dalam setiap amal dan perbuatan beserta dalam ujian dan cobaan. Agar hasil panen (pahala) kita tidak rusak. selain dari kesabaran adalah sifat keihlasan yang merupakan ibarat dari "pupuk" sebuah tanaman. Dengan keihlasan kita akan panen (pahala) yang maksimal dan berlipat ganda.

Surah ini dimulai dengan 'ashr dan diakhiri dengan shabr dan menunjukkan kepada kita bahwa waktu berasal dari Allah, dari Yang Tak Berwaktu. Surah ini mulai dengan apa yang kita alami, berbagai peristiwa yang berubah-ubah dan bersifat siklis, dan berakhir dengan fondasi, yang tak tergoyahkan dan tak berubah: shabr (kesabaran). Ketika Sembilan Puluh Sembilan Nama dituliskan atau dibacakan, maka Nama al-Shabur selalu yang terakhir, karena Sifat itu merupakan fondasi untuk penciptaan.

Wallahu'alam.


Refrensi : (Tafsir al-Shia)

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah